JAKARTA, CVTOGEL — Pakar geologi dan perencanaan wilayah mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera merevolusi pendekatan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Penataan ruang, tegas para ahli, tidak boleh lagi semata-mata didasarkan pada pertimbangan ekonomi dan politik, melainkan harus kembali pada prinsip fundamental ilmu tanah dan daya dukung lingkungan.
Desakan ini muncul sebagai respons terhadap serangkaian bencana hidrometeorologi (banjir dan longsor) di Sumatera dan Jawa, yang dinilai merupakan konsekuensi langsung dari kegagalan tata ruang berbasis ekologi.
I. Mengapa Ilmu Tanah Kunci Mitigasi Bencana?
Ahli Geologi Lingkungan dari [Simulasi: Pusat Studi Mitigasi Bencana UI/UGM], Dr. Budiarto, M.T., menjelaskan bahwa ilmu tanah adalah fondasi yang menentukan apakah suatu wilayah aman dan layak untuk pembangunan.
Daya Dukung Lahan: Ilmu tanah memberikan data akurat mengenai kapasitas penyerapan air (infiltrasi) dan stabilitas kemiringan lereng. Tanpa data ini, pembangunan perumahan atau infrastruktur di area yang seharusnya menjadi resapan air (water catchments) atau di zona rawan longsor akan terus berlanjut.
Mencegah Longsor: Di wilayah perbukitan seperti Sumatera Barat, studi mendalam mengenai jenis tanah, ketebalan lapisan tanah, dan kondisi batuan dasar adalah wajib sebelum izin pembangunan atau konversi lahan dikeluarkan.
Ancaman Jakarta: Di wilayah pesisir seperti Jakarta Utara (Marunda), ilmu tanah menjadi penentu laju penurunan muka tanah (land subsidence) dan perencanaan tanggul laut.
“Kita sering melanggar hukum alam. Kita bangun di atas tanah yang seharusnya berfungsi sebagai spons air, atau di lereng yang sudah kita tahu tidak stabil. Ilmu tanah adalah peringatan keras dari alam. Sudah saatnya RTRW menjadi ilmiah, bukan politis,” tegas Dr. Budiarto.
II. Rekomendasi Perubahan Kebijakan Tata Ruang
Para pakar mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) dan pemerintah daerah untuk mengadopsi langkah-langkah berikut:
Peta Risiko Wajib: Mewajibkan pemetaan risiko geologi dan hidrologi (zona merah) dengan resolusi tinggi sebagai prasyarat mutlak sebelum penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) dan izin konsesi lahan.
Integrasi Lintas Sektor: Memastikan koordinasi wajib antara Dinas PUPR (Infrastruktur), Dinas Pertanian (Lahan Produktif), dan Badan Geologi dalam setiap revisi RTRW.
Perlindungan LP2B: Memperkuat perlindungan terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang terbukti memiliki fungsi hidrologis penting.
Penerapan tata ruang berbasis ilmu pengetahuan adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan Indonesia yang tangguh terhadap bencana alam.
